Sabtu, 10 Mei 2014

Ternyata...

Sharing is caring,

Seperti halnya orang yang berpikir bahwa pekerjaan=PNS, saya prihatin dg asumsi bahwa ikhtiar lepas dari hutang riba=cari pinjaman non riba.

Bagi yg sedang terdesak harus bayar hutang riba tolong tanyakan pada diri sendiri: dari sekian orang yg anda datangi/minta diberi pinjaman tanpa hutang, berapa yang merespon/ngasi pinjam??Lebih banyak yang nolak atau yang ngasih?? Saya kok yakin kalo banyak yang nolak. Apakah mereka pelit? Belum tentu!



Jika Anda sadar bahwa ngasih atau tidaknya mereka adalah hidayah dari Allah, maka Anda akan berhenti "mengemis". Mungkin kata2 saya terlalu keras,namun itulah yg dulu saya rasakan saat saya minta bantuan pada manusia. Waktu itu mau minta tolong harus "survey" dulu kira2 siapa yg punya uang,mesti nyusun kata2,dan saat mau menyampaikan juga deg2an. Dengan persiapan sedemikian alhamdulillah ditolak Orang yg saya pikir punya uang ternyata saat itu lagi seret, lagi ga punya uang. Kebetulankah?? Tidak. Semua atas kehendak Allah ! Orang tsb minta maaf ke saya karena gabisa bantu. Dia ngomongnya halus sekali namun entah kenapa hal tersebut jadi tamparan keras bagi saya. Maklum...orang miskin itu perasaannya sensitif. Saya merasa seperti pengemis. Saya benar2 malu. Ya malu sama orang itu namun lebih malu pada Allah.

Tidak heran kalo pinjaman saya tertolak, kan Allah sudah berfirman "Mintalah kepadaKu", tapi kok sy mlh minta pd manusia.
Setelah kejadian tersebut saya merubah pola pikir saya. Jika butuh sesuatu maka saya akan tanya ke Allah dulu "Saya butuh ini ya Allah". Jika ingin pinjam juga saya berdoa dulu "Ya Allah, saya mau ngajuin pinjaman. Jika Engkau ridha mohon dimudahkan". Sampai ditempat yg saya tuju (teman/saudara) saya tidak serta merta mengajukan pinjaman. Saya nunggu "petunjuk" dari Allah. Kalau Allah ridha maka percakapan akan 'tergiring' menuju kebutuhan saya, dan mulut ini terasa ringan untuk menyampaikan keperluan. Namun jika percakapan bergulir dg baik tapi hati serta mulut ini kok rasanya beraaat untuk bilang pinjam/butuh uang, maka itu petunjuk dari Allah untuk berhenti. Jika nekad diteruskan pasti ditolak.

Saudaraku, kepepet menurut kita belum tentu begitu menurut Allah. Jika kita yakin Allah Maha Kaya, Allah Maha Tau maka sesuatu yg sudah diluar otak/pemikiran kita ya pasrahkan saja.
Logika kita sering kali mengalahkan ke-Maha-an Allah.
("Kalo gak minjem ntar begini..begitu..."
"Kalo gak minjem trus bayarnya pake apa?")
Otak kita yang kecil ini mana mampu memikirkan "jalan keluar dari arah yang tak terduga". Ayo perbaiki tauhid kita. Tuhan kita itu KAYA lho. Kalo sekarang belum dibantu maka PASTI ada maunya Allah disitu. Coba dibuka lagi ingatan yang kemarin2, cari bantuan2 dari Allah. Andai tidak fokus pada "bantuan yg kita harapkan" maka Anda akan dapati betapa banyak "bantuan yg sudah kita terima".

Saya sangat setuju dengan ungkapan bijak→Masalah nya tidak akan berubah, tapi mengubah CARA PANDANG kita terhadap masalah akan membawa banyak perubahan.

Kesimpulan: semua tergantung "kepala" kita. Banyak yang membuktikan bahwa mengisi kepala dengan ketauhidan itu mampu menyelesaikan masalah. Apakah dg tauhid (bergantung pd Allah) lalu hutangnya langsung lunas? Hahaha...itu sih sulap namanya. Allah selalu mengajarkan proses, bukan instan!

"Hutangnya sih masih ada bu, tapi hati saya ini tentram, pikiran terbuka. Mau cari rejeki buat bayar utang itu rasanya ringan. Gak kayak kemarin2 yang rasanya kepala ini mau pecah mikirin hutang", demikian pengakuan dari ibu X (dan juga yg saya rasakan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar